Kode Etik Periklanan Yang Sering Dilanggar

Kode Etik Periklanan Yang Sering Dilanggar

perkembangan dunia periklanan mengalami kemajuan yang amat cepat dan luar biasa. Banyak sekali karya-karya pelaku usaha periklanan, baik di tempat elektronik maupun tempat cetak, yang memicu kita tercengang dengan kreativitas mereka.

Akan tapi jikalau dicermati lebih lanjut berasal dari karya-karya tersebut, sebagian berasal dari product iklan selanjutnya sudah diakui melanggar tata krama (kode etik) periklanan di Indonesia, baik yang disengaja maupun yang tidak.

Ada dua gejala umum berasal dari bentuk pelanggaran kode etik periklanan yang paling kerap terjadi. Di antaranya yakni yang merendahkan product pesaing, dan pemakaian atribut profesi atau “setting” spesifik yang menyesatkan atau mengelabui khalayak. Beberapa iklan memproses temuan-temuan riset tanpa menyinggung sumber, metode dan waktunya, sehingga seolah-olah mengesankan suatu kebenaran.

Dalam hal kategori produk, pelanggaran paling banyak ditemui terhadap iklan-iklan obat-obatan dan makanan. Salah satunya seperti apa yang ditayangkan sebuah TV Swasta Nasional di dalam program liputan spesifik selama berminggu-minggu tentang sampah plastik dan jenis-jenis plastik, dimana di dalamnya terselip slide berjudul  “Keunggulan Polyethylene Terephthalate (PET)”.

Sayangnya, di dalam slide itu tersembunyi sebuah pesan yang jikalau disimak tengah menyudutkan product lain dengan menjelaskan bahwa galon berbahan PET tidak punya kandungan bahan BPA yang berbahaya.

Seperti diketahui,  keliru satu brand air minum di dalam kemasan baru-baru ini mengeluarkan product galon sekali memanfaatkan berbahan PET. Sementara, industri  AMDK lainnya sudah puluhan tahun memproses product galon guna ulang berbahan BPA.

Sekjen Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) Herry Margono mengatakan, iklan-iklan seperti yang dibikin galon isi ulang itu sekarang ulang berkembang pesat. Itu namanya disebut dengan native ad, dan itu ulang berkembang perusahaan iklan jakarta.

Menurutnya, kerap kali iklan-iklan seperti galon sekali memanfaatkan itu dibikin seperti berita biasa dengan menyembunyikan statusnya bahwa itu sebetulnya adalah iklan. Padahal, itu kudu tegas disebutkan adalah iklan dan kudu dibedakan dengan program acara.

“Nah, iklan galon sekali memanfaatkan yang ditayangkan keliru satu TV swasta itu kan muncul seolah-olah segera masuk di dalam program acara. Itu tidak boleh dan paham melanggar etika periklanan,”  ujar Herry di dalam acara webinar “Perlunya Sanksi Tegas Terhadap Pelanggaran Etika Iklan Produk Pangan”  yang digelar Forum Jurnalis Online

Wakil Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rolas Sitinjak mengutarakan, banyak sekali iklan-iklan yang amat menyesatkan di lapangan sekarang ini. Karenanya, Rolas mengajak pelaku-pelaku usaha untuk melakukan edukasi lewat iklan. Jadi, jikalau bhs prokem sekarang itu jangan lebay. Karena dapat ada undang-undang yang dapat dapat menjerat.

Nah, berasal dari segi pemerintah, mestinya juga negara sesuaikan regulasi periklanan. “Sudah ada sebagian kali organisasi teman-teman periklanan diskusi dengan kita memperlihatkan bahwasanya di di dalam periklanan ini masih ambigu, masih belum paham regulasi-regulasinya,” tukasnya.

Back To Top